Rabu, 30 Oktober 2013

Ukiran Rumah Batak Toba


Ukiran Unik di Rumah Adat Batak

Bila masa kini umumnya rumah-rumah dibangun minimalis, maka di masa lalu keberadaan ornamen menjadi bagian desain arsitektur yang menarik. Tak heran bila saat ini banyak orang yang senang melihat kembali rumah-rumah tradisional di berbagai tempat. Bagi mereka yang berencana untuk berkunjung menyaksikan Festival Danau Toba 8-14 September 2013, berwisata ke rumah-rumah adat Batak adalah kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan.
Bicara soal rumah adat Batak, tak bisa dilupakan keberadaan gorga, ukiran khas suku Batak. Walaupun ukiran tersebut juga terdapat pada sejumlah alat musik tradisional Batak, namun gorga lebih dikenal sebagai ornament penting yang terdapat pada bagian luar rumah adat Batak.
Gorga memang dikenal sebagai karya seni ukir, namun pada kenyataannya seni lukis juga berperan penting dalam keberadaan gorga. Lukisan itu lebih dalam bentuk pengecatan yang senada. Gorga itu dihiasi (dicat) dengan tiga warna, merah (narara), putih (nabontar) dan hitam (nabirong). Warna merah melambangkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang berbuah kebijaksanaan. Warna putih melambangkan ketulusan dan kejujuran yang berbuah kesucian. Wama hitam melambangkan kerajaan dan kewibawaan yang berbuah kepemimpinan.
Sebelum orang Batak mengenal cat seperti sekarang, untuk mewarnai gorga mereka memakai "batu hula" untuk warna merah, "tano buro" (sejenis tanah liat tapi berwana putih) untuk warna putih, dan untuk warna hitam didapat dengan mengambil minyak buah jarak yang dibakar sampai gosong. Sedangkan untuk perekatnya digunakan air taji dari jenis beras yang bernama beras Siputo.
Selain gorga, rumah Batak juga dilengkapi dengan ukiran lain yang dikenal sebagai "singa-singa", suatu lambang yang mengartikan bahwa penghuni rumah harus sanggup mandiri dan menunjukkan identitasnya sebagai rnanusia berbudaya. Singa-singa berasal dari gambaran "sihapor" (belalang) yang diukir menjadi bentuk patung dan ditempatkan di sebelah depan rumah tersebut. Belalang tersebut ada dua jenis yaitu sihapor lunjung untuk singa-singa Ruma dan sihapor gurdong untuk rumah Sopo.
Hal ini dikukuhkan dengan filsafat warga setempat, "Metmet pe sihapor lunjung di jujung do uluna". Itu berarti, meskipun kondisi dan status sosial pemilik rumah tidak terlalu beruntung, namun harus selalu tegar dan mampu untuk menjaga integritas dan citra nama baiknya.
Suatu pelajaran berharga yang seharusnya tetap menjadi keyakinan manusia modern saat ini. Bukan hanya untuk warga Batak, tetapi untuk umat manusia secara keseluruhan. Selalu menjaga integritas dan nama baik tiap individu.

sumber : habatakon01.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar